Rasmu bukan jaminan imanmu. Adanya “mental state” (situasi mental) yang tidak jujur dalam menyikapi dunia lain, termasuk dunia Islam lai...
Rasmu bukan jaminan imanmu.
Adanya “mental state” (situasi mental) yang tidak jujur dalam menyikapi dunia lain, termasuk dunia Islam lainnya. Diakui atau tidak, kerap teman-teman Timur Tengah merasa lebih Islami karena dasar ras dan etnis.
Saya masih teringat beberapa tahun lalu di saat melaksanakan ibadah haji bersama rombongan haji New York USA. Di suatu sore saya duduk di mesjid Nabawi selepas Asar sambil membaca dzikir dan tasbih. Tiba-tiba saya didatangi oleh seorang Arab, dan terjadilah dialog berikut:
Arab: excuse me. From USA?
Saya: Yes I am
Arab: Bad, you're bad. USA is bad!
Saya: Why? What do you mean?
Arab: America is a kafir country. And you leave in kafir country!
Terus terang saya agak tersinggung dengan tuduhan itu. Soalnya saya tahu kalau banyak orang Amerika yang Muslim dan Islamnya belum tentu lebih kurang dari orang Arab. Bahkan saya tahu betapa banyak orang Amerika, asli orang Amerika bahkan muallaf, jauh lebih hebat komitmen agamanya dari orang-orang Arab yang juga banyak saya kenal.
Maka jeneralisasi seperti itu, bahwa Amerika dan semua orang Amerika jahat tentu sangat tidak adil. Sehingga hati serasa memberontak. Karakter keras saya tiba-tiba menaik. Saya menatap orang yang berjubah dan berjanggut lebat itu dan bertanya:
Saya: How about you? Where are you from?
Arab: I am from here.
Saya: a Saudi?
Arab: yes from the City of Rasul (Madinah)
Tanpa terpikir, spontan saya katakan sama dia: "sorry but I am not sure if you have Muhammad blood. Possibly in you Abu Lahab blood is running”.
Dengan itu saya menyampaikan bahwa tidak ada jaminan jika imannya lebih dari bangsa lain hanya karena ras Arabnya. Darah Arabmu tidak menambah atau mengurangi iman dan Islammu.
Saya ingin tegaskan bahwa rasmu tidak menentukan imanmu. Yang menentukan kehebatan dan kemuliaanmu di mata Tuhan hanya “iman dan amal”. Keduanya itulah yang terangkum dalam kata “taqwa”.
Orang yang bisa bahasa Inggris dengan cukup baik itu hanya menatap saya agak geram, lalu keluar meninggalkan saya di masjid.
Saya kemudian ikut keluar tidak jauh di belakang dia. Sambil menelusuri keramaian, dia menyeberang jalan dan ikut di sebuah antrian panjang.
Saya lihat dari jauh kira-kita itu antrian apa? Ternyata itu adalah antrian orang-orang yang ingin menikmati kopi "starbuck" di sore hari. Sebuah perusahaan milik Yahudi yang setiap tahunnya memberikan keuntunganya secara masif kepada negara Israel.
Dalam hati saya berbisik: "sungguh realita paradox. Benci tapi rindu"!
New York, 24 Pebruari 2019
Oleh Imam Shamsi Ali Presiden Nusantara Foundation
Saudaraku yang Allah muliakan. Jadilah bagian dari usaha dakwah kita di Amerika melalui pembangunan pondok pesantren pertama di bumi Amerika. Untuk donasi, dapat dilakukan melalui website: www.nusantaraboardingschool.com (klik support).
Atau transfer rekening:
Rek rupiah : 1240000018185
An. inka nusantara madani